BAB 4
Untuk Guru
Hunian di Australia - penelitan
Teori
Beberapa batu berpahat dan artefak yang baru-baru ini ditemukan di kawasan Jinmium di Wilayah Australia Utara (Northern Territory) menunjukkan bahwa manusia telah menghuni Australia selama lebih dari 100.000 tahun. Indikasi awal menunjukkan bahwa manusia tiba di Benua Australia kira-kira antara 116.000 dan 176.000 tahun yang lalu. Terdapat perbedaan pendapat di antara para ilmuwan mengenai berapa tepatnya usia temuan tersebut.
Zaman es dan hunian di Australia
Jika manusia memang tiba di Australia pada zaman sedini itu, mereka pasti tiba
pada zaman es yang lalu. Pada bagian yang terdingin dari zaman es itu, yakni kira-kira 130.000
sampai 140.000 tahun yang lalu, hanya ada sebuah laut sempit yang memisahkan Kepulauan Indonesia
dengan Australia. Laut yang sempit ini terletak di sepanjang Parit Timor dan lebarnya hanya 60
sampai 90 km. Pada zaman es itu Benua Australia mencakup Irian Jaya dan Papua Nugini. Pada zaman
itu Jinmium berada 600 kilometer jauhnya ke arah selatan garis pantai. Dalam keadaan ini, penyeberangan
dari Australia ke Indonesia hanya merupakan perjalanan laut yang pendek saja.
Temuan-temuan di Jinmium
Pada tanggal 31 Mei 1992, Dr Richard Fullagar, seorang ilmuwan dari Musium Australia, bekerja di Jinmium (lihat peta terlampir). Dia mencari bukti adanya pengolahan makanan cara Aborijin kuno. Dia memutuskan untuk menggali sebuah parit di dekat sebuah batu besar berpahat. Batu besar tersebut terhiasi dengan ribuan ukiran dengan motif lingkaran. Dalam parit itu, Dr Fullagar menemukan artefak yang kira-kira berasal dari 60.000 tahun yang lalu.
Orang-orang Aborijin dari daerah itu, yakni suku Murinpatha, gembira sekali karena artefak tersebut sama tuanya dengan artefak lain yang ditemukan di Australia sampai saat itu. Dr Fullagar juga menemukan sebuah potongan batu berpahat yang terlepas dari potongan besar berpahat tersebut di atas.
Suatu tim ilmuwan menggunakan teknik termoluminesens (yang digambarkan di bawah ini) untuk menentukan usia potongan batu berpahat itu. Hasilnya menunjukkan bahwa usianya antara 58.000 dan 75.000 tahun. Jika usia batu ini benar, berarti situs (tempat) itu mempunyai batu pahatan seni tertua di dunia. Usianya dua kali usia lukisan batu di Chauvet dan Cosquer di Prancis.
Menurut tim tersebut, ketika mereka menggali semakin dalam, mereka menemukan bahan pewarna (oker)
dan peralatan batu pada kedalaman antara 1 dan 1.4 meter. Oker adalah warna merah yang digunakan
sebagai pengecat tubuh oleh orang Aborijin. Mereka menyatakan bahwa kedalaman ini menunjukkan
bahwa lapisan ini berusia 75.000 sampai
116.000 tahun. Hanya ketika mencapai kedalaman yang menurut mereka berusia 176.000 tahun, tidak
terdapat bukti mengenai keberadaan manusia.
Pada beberapa artefak batu itu dijumpai sisa-sisa zat tepung yang kuno. Hal ini merupakan bukti bahwa pada masa yang lalu itu manusia secara hati-hati mengolah tanaman pangan, mungkin akar umbi, di tempat tersebut. Sebenarnya di sekitar potongan batu tempat ditemukannya pahatan itu, hampir setiap pohon dan semak menghasilkan buah yang bisa dimakan. Daerah itu seperti sebuah perkebunan. Meskipun tidak dimungkinkan untuk mengetahui apakah tumbuhan yang sama juga ada pada ribuan tahun yang lalu, tampaknya jelas bahwa orang Aborijin membawa buah-buahan ke tempat tersebut dan meninggalkan biji-biji tumbuhan di sana dalam jangka waktu panjang.
Hasil temuan para ilmuwan
Sebelum adanya temuan di Jinmium, juga ada bukti bahwa manusia (homo-sapiens) pertama kali muncul di Afrika kira-kira 130.000 tahun yang lalu. Orang percaya bahwa manusia-manusia ini berpindah ke bagian-bagian lain di dunia, kira-kira 100.000 tahun yang lalu. Menurut pendapat ini, manusia menyebar dengan pesat, dan akhirnya sampai di Amerika dalam 20.000 tahun terakhir.
Beberapa ilmuwan mengatakan bahwa temuan Jinmium itu dapat berarti bahwa kelompok manusia purba terlebih dulu sampai di Australia. Manusia-manusia purba ini mungkin merupakan gelombang manusia baru atau mungkin muncul secara terpisah. Terdapat perdebatan di antara para ilmuwan mengenai hal ini.
Diperlukan lebih banyak riset untuk meneliti usia bukti yang ditemukan. Riset arkeologi Australia secara pesat telah membantu memperluas pengetahuan mengenai hunian manusia pertama di Australia. Pada pertengahan tahun 1960-an orang percaya bahwa manusia pertama menghuni Australia kira-kira 10.000 tahun yang lalu. Kemudian riset baru menunjukkan bahwa hunian pertama terjadi 30.000 tahun yang lalu. Pada tahun 1991 temuan riset menunjukkan bahwa hunian pertama adalah 60.000 tahun yang lalu. Riset terbaru ini menimbulkan tantangan baru.
Teknik termoluminesens
Penentuan usia melalui teknik termoluminesens yang digunakan untuk menentukan usia bukti Jinmium sifatnya kompleks. Teknik tersebut melibatkan pengukuran jumlah elektron yang terperangkap secara tidak sempurna (terserak) dalam kristal kwarsa dalam batu. Dalam hal ini, batunya adalah potongan batu berpahat yang ditemukan di Jinmium. Ketika batu tersebut dipahat, lapisan bagian dalamnya menjadi tertampakkan melalui cahaya. Sesudah tertampakkan melalui cahaya, elektron dalam batu itu kembali ke dalam keadaan dasarnya. Jika sepotong batu berpahat dikuburkan dan disembunyikan dari cahaya, elektron tersebut mulai bergeser menjauh dari keadaan dasarnya. Dengan mengukur kadar perubahan dalam elektron, dimungkinkan untuk mengetahui berapa lama batu itu terkubur.
Metode penentuan usia sepotong batu dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya, usia dapat secara buatan ditambah bila berada berdekatan dengan batu yang mungkin usianya ratusan juta tahun. Itulah sebabnya mengapa lebih banyak lagi riset yang diperlukan. Namun, semua pengujian yang sudah dilaksanakan sejauh ini telah memperkuat temuan-temuan sebelumnya.
Halaman Berikutnya: BAB 5: Pertanian di Australia
Halaman Sebelumnya: BAB 4: Latihan untuk Siswa